HEADLINE NEWS

Kamis, 23 Juni 2011

Empat Tahun Puasa Senin-Kamis Agar Bebas Potong Tangan

Pamekasan: Hari-hari yang dilalui Rabiya (65), warga Kampung Glugur II, Desa Palengaan Laok, Kecamatan Palengaan, Pamekasan, terasa menyakitkan. Makanan yang ditelan tidak enak, tidur pun tidak nyenyak. Yang terbayang di pelupuk mata janda tujuh anak itu, nasib anak bersama menantunya, Hasin Taufik bin Tasid (40) dan Sab’atun binti Jaulah (30).

Hasin dan Sab’atun sudah empat tahun mendekam di penjara di Jeddah, Arab Saudi, lantaran dituding mencuri perhiasan emas di rumah majikannya seberat 1 kg senilai Rp 250 juta. Padahal keduanya bersumpah tidak pernah melakukan pencurian. Keduanya segera menjalani eksekusi hukuman potong tangan. Hasin dan Sab’atun sejak Jumat (17/6) telah masuk penjara bawah tanah pertanda segera dieksekusi.

Hampir setiap saat Rabiya, menanyakan kabar Hasin kepada anak-anaknya. Namun jawaban yang diberikan anak-anaknya, tidak mampu membuat dirinya lega. Malah kian menyesakkan, karena tidak jelas bagaimana nasib Hasin selanjutnya.

Rabiya yang ditemui Surya di rumahnya, Selasa (21/6) mengungkapkan, kini keluarga di Pamekasan sudah putus asa.


"Saya sudah bolak-balik tanya pada Makbul, adik kandung Hasin, kenapa nasib kakaknya tidak ada kejelasan dan kapan bebasnya. Lho, malah dijawab, sudah dipasrahkan kepada pemerintah. Tapi sampai kapan," kata Rabiya, yang mengaku sudah seminggu kehilangan kontak dengan Hasin.

Wanita yang badannya kini susut 10 kg, akibat terdera persoalan anak dan menantunya terus bermunajat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Diungkapkan, pada 2009 lalu, dari dalam tahanan, Hasin menghubungi dirinya lewat ponsel, kalau lewat pemerintah sudah mentok, Hasin minta dicarikan orang pintar, agar Umar Said Bamusak, majikannya di Jeddah, luluh kemudian mencabut tuduhan dan tidak menuntut uang tebusan sebesar Rp 250 juta.

Selain Rabiya melakukan puasa Senin – Kamis, adik dan kakak kandung Hasin menemui sejumlah orang pintar di Banyuwangi, Jember dan Probolinggo meminta mantra. Lalu kiriman mantra itu dititipkan kepada famili yang berangkat sebagai calon jamaah haji ke Makkah dan yang keluarga lainnya yang menjadi TKI. Mantra itu ditebar di lingkungan rumah majikan Hasin.

Tapi mantranya tidak manjur. Majikannya tetap minta uang tebusan Rp 250 juta.

"Kami sudah tidak punya cara lain agar majikan anak saya luluh. Maka usaha dengan magic kami tempuh juga, tetapi tetap tidak mempan,” kata Rabiya.

Sambil menyeka air matanya yang menetes di kedua pipinya yang mulai keriput, Rabiya menuturkan, ia tidak tega kala melihat Ulfa (10), anak satu-satunya Hasin, yang kini duduk di bangku kelas VI, Madrasah Ibtidaiyah (MI), Taman Sari, Palengaan.

Walau Ulfa ditinggal kedua orang tuanya menjadi TKI saat masih berumur 8 bulan, namun bocah itu sudah mengerti bahwa ayah ibunya kini ditahan di Arab Saudi. Tiap malam menjelang tidur, Ulfa mendekap foto ayah ibunya yang dikirim dari Jeddah.

Sementara Makbullah, adik kandung Hasin menambahkan Rabiya dan Sakdiyah (65), mertua Hasin hanya mengerti kalau Hasin dan Sab’atun dijebloskan ke penjara. Tapi tentang ancaman hukuman potong tangan itu sengaja tidak diberitahu.

Makbullah dan keluarga lain khawatir jika ibu dan mertua perempuan Hasin mengetahui akan berdampak buruk pada kesehatannya. Makbul tidak ingin meninggalnya Jaula, mertua laki-laki Hasin yang syok lantaran memikirkan nasib Hasin dan istrinya, akan menimpa ibu dan mertua perempuan Hasin. “Satu bulan lalu, ayah mertua kakak Hasin meninggal dunia, setelah dilanda kecemasan stadium berat,” papar Makbullah.

0 komentar:

Posting Komentar